DIABETES MILITUS TIPE 2
DIABETES MILITUS TIPE 2
A.
DEFINISI
Ulkus adalah luka terbuka
pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkus adalah kematian jaringan yang
luas dan disertai invasive kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut
menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala
klinik dan perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer.(Andyagreeni,2010)
Ulkus Diabetik merupakan
komplikasi kronik dari Diabetes
Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan
penderita Diabetes. Kadar
LDL(bahaya >160mg/dl) yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan
plak atherosklerosis pada dinding
pembuluh darah.(Zaidah,
2005).
Luka kaki diabetes adalah penyebab
hilangnya anggota tubuh pada pasien diabetes yang disebabkan oleh banyak
faktor, termasuk deformitas, neuropati sensori, kondisi kulit yang tidak sehat
dan infeksi (Pei, 2013).
Ulkus diabetikum adalah
keadaan ditemukannya infeksi, tukak dan atau destruksi ke jaringan kulit yang
paling dalam di kaki pada pasien Diabetes Mellitus (DM) akibat abnormalitas
saraf dan gangguan pembuluh darah arteri perifer (Rizky
,
2015).
Ulkus
merupakan komplikasi dari Diabetes Mellitus (DM) yang diawali dengan infeksi
superficial pada kulit penderita. Kadar glukosa darah yang tinggi menjadi
tempat strategis perkembangan bakteri.
(Abidah,2016).
Kesimpulan : Ulkus Diabetikum
merupakan merupakan
komplikasi kronik dari Diabetes
Melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan
penderita Diabetes. Ulkus
Diabetikum disebabkan oleh banyak faktor, termasuk
deformitas, neuropati sensori, kondisi kulit yang tidak sehat dan infeksi. Ulkus
Diabetikum diawali
dengan infeksi superficial pada kulit penderita. Kadar glukosa darah yang
tinggi menjadi tempat strategis perkembangan bakteri. Adanya kuman saprofit
tersebut menyebabkan ulkus berbau.
B. ANATOMI FISIOLOGI
Pankreas
merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15 cm, lebar 5
cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90
gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.
Pankreas
merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan
maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian
ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan
embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan
epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan
utama, yaitu :
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
(1). Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
(2). Pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah.
Pulau – pulau Langerhans yang
menjadi sistem endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas dengan
berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid
dengan besar masing-masing pulau berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil
adalah 50 m, sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang besarnya 100
– 225 m. Jumlah semua pulau langerhans di pankreas diperkirakan antara 1 – 2
juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu :
1) Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi
glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti
insulin like activity“
2) Sel – sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin.
3) Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat
somatostatin.
Masing – masing sel tersebut,
dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan. Di bawah mikroskop
pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh
darah kapiler. Pada penderita DM, sel beha sering ada tetapi berbeda dengan sel
beta yang normal dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk
insulin sehingga dianggap tidak berfungsi.
Insulin merupakan protein
kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri
dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai
ini dihubungkan oleh dua jembatan ( perangkai ), yang terdiri dari
disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30
asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3.
Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor
yang besar di dalam membrana sel.
Insulin di sintesis sel beta
pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal
dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik
kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas
100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal
atau rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah,
faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestina
merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama
insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke
jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
C.
PREVALENSI
Beberapa
penelitian di Indonesia melaporkan bahwa angka kematian ulkus gangren
pada penyandang diabetes melitus berkisar 17%-32%, sedangkan angka laju
amputasi berkisar antara 15%-30%. Para ahli diabetes memperkirakan ½
sampai ¾ kejadian amputasi dapat dihindarkan dengan perawatan kaki yang baik.
Secara epidemiologi, diperkirakan
bahwa pada tahun 2030 prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai
21,3 juta orang (Diabetes Care, 2004). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM
pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu
14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%
Penderita diabetes mempunyai resiko
15% terjadinya ulkus kaki diabetik pada masa hidupnya dan resiko terjadi
kekambuahan dalam 5 tahun sebesar 70%. Penderita diabetes meningkat setiap
tahunnya. Di Indonesia dilaporkan sebanyak 8,4 juta jiwa pada tahun 2001, meningkat
menjadi 14 juta tahun 2006 dan diperkirakan menjadi sekitar 21,3 juta pada
tahun 2020. Indonesia menduduki peringkat ke-4 dengan jumlah diabetes terbanyak
setelah India (31,7juta jiwa), China(20,8juta jiwa), Amerika Serikat (17,7juta
jiwa).
Hasil survey Departemen Kesehatan
angka kejadian dan komplikasi DM cukup tersebar sehingga dikatakan sebagai
masalah nasional yang harus mendapat perhatian karena komplikasinya sangat
mengganggu kualitas penderita. Angka kematian ulkus pada penyandang DM berkisar
antar 17-32%, sedangkan laju amputasi berkisar antara 15-30%. Para ahli DM
memperkirakan ½ sampai ¾ kejadian amputasi dapat dihindarkan dengan perawatan
luka yang baik, lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada penyandang luka
diabetes khususnya diakibatkan oleh ulkus gangren diseluruh dunia (Depkes,2010) (Kristiyaningrum,Indanah,Suwarto.tahun
2012)
D.
ETIOLOGI
Faktor-
faktor penyebab yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi
menjadi faktor endogen dan eksogen :
a.
Faktor Endogen :
genetik metabolik, angiopati diabetik, neuropati diabetik
b.
Faktor Eksogen : traum, infeksi, obat-obatan
Faktor utama yang berperan pada timbulnnya ulkus
diabetikum adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer
akan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga
mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki
gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi otot kaki sehingga
merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi pada kaki klien. Adanya
angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan nutrisi, oksigen serta
antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh.
(Levin,2001)
E.
FAKTOR
RESIKO
Faktor
risiko terjadi ulkus diabetika yang menjadi gambaran dari kaki diabetes
pada penderita diabetes mellitus terdiri atas faktor-faktor risiko yang tidak
dapat diubah dan faktor-faktor risiko yang dapat diubah (Tambunan, 2006;
Waspadji, 2006).
1.
Faktor-faktor
risiko yang tidak dapat diubah :
a. Umur
≥ 60 tahun.
Pada
usia tua fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena proses aging terjadi
penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh
terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal . proses aging
menyebabkan penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga terjadi
makroangiopati, yang akan mempengaruhi penurunan sirkulasi darah salah satunya
pembuluh darah besar atau sedang di tungkai yang lebih mudah terjadi ulkus kaki
diabetes
b. Terjadinya
gangguan neurophati periferLama DM ≥ 10 tahun.
Ulkus kaki diabetes terutama
terjadi pada penderita diabetes mellitus yang telah menderita 10 tahun atau lebih, apabila
kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan muncul komplikasi yang
berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati dan
mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan / luka pada kaki penderita
diabetes mellitus yang sering tidak dirasakan karena terjadinya gangguan
neurophati perifer
2.
Faktor-Faktor
Risiko yang dapat diubah, (termasuk kebiasaan dan gaya hidup):
a. Neuropati
(sensorik, motorik, perifer).
Kadar glukosa darah
yang tinggi semakin lama akan terjadi gangguan
mikro sirkulasi, berkurangnya aliran darah dan hantaran oksigen pada
serabut saraf yang mengakibatkan degenerasi
pada serabut syaraf yang lebih lanjut akan
terjadi neuropati. Syaraf yang rusak tidak dapat mengirimkan sinyal ke
otak dengan baik, sehingga penderita dapat kehilangan indra perasa selain itu
juga kelenjar keringat menjadi berkurang, kulit kering dan mudah robek.
Neuropati perifer berupa hilangnya sensasi rasa yang berisiko tinggi menjadi
penyebab terjadinya lesi yang kemudian berkembang menjadi ulkus kaki diabetes
b. Obesitas.
Pada obesitas dengan index massa
tubuh ≥ 23 kg/m2 (wanita) dan IMT (index massa tubuh) ≥ 25 kg/m2 (pria) atau
berat badan ideal yang berlebih akan sering terjadi resistensi insulin. Apabila
kadar insulin melebihi 10 μU/ml, keadaan \ini menunjukkan hiperinsulinmia yang dapat
menyebabkan aterosklerosis yang berdampak pada vaskulopati, sehingga terjadi
gangguan sirkulasi darah sedang / besar pada tungkai yang menyebabkan tungkai
akan mudah terjadi ulkus / ganggren sebagai bentuk dari kaki diabetes
c. Hipertensi
Hipertensi
(TD > 130/80 mm Hg) pada penderita diabetes mellitus karena adanya
viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga
terjadi defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih
dari 130/80 mmHg dapat merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan
pada endotel akan berpengaruh terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan
agregasi trombosit yang berakibat vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi
hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan terjadinya ulkus
d. Glikolisasi
Hemoglobin (HbA1C) Tidak Terkontrol.
Glikosilasi
Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi sistemik dengan
protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi
Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh
sel darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi
proliferasi pada dinding sel otot polos sub endotel
e. Kadar
Glukosa Darah Tidak Terkontrol.
Pada
penderita diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar
trigliserida dan kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity -
lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah ( ≤ 45 mg/dl). Kadar
trigliserida ≥ 150 mg/dl, kolesterol total ≥ 200 mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan
mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar jaringan dan menyebabkan
hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan terjadinya
aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen
pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga
suplai darah ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya
denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi
atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan
sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai
f. Kebiasaan
Merokok.
Pada
penderita diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai risiko
3x untuk menjadi ulkus kaki diabetes dibandingkan dengan penderita diabetes
mellitus yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang
terkandung di dalam rokok akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian
terjadi penempelan dan agregasi trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran
sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat clearance lemak darah dan
mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat insufisiensi
vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis
juga akan menurun
g. Ketidakpatuhan Diet DM.
Kepatuhan
diet diabetes mellitus merupakan upaya yang sangat penting dalam pengendalian
kadar glukosa darah, kolesterol, dan trigliserida mendekati normal sehingga
dapat mencegah komplikasi kronik, seperti ulkus kaki diabetes. Kepatuhan diet
penderita diabetes mellitus mempunyai fungsi yang sangat penting yaitu
mempertahankan berat badan normal, menurunkan tekanan darah sistolik dan
diastolik, menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki profil lipid,meningkatkan
sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem koagulasi darah
h. Kurangnya Aktivitas Fisik.
Aktivitas fisik (olah raga) sangat
bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar
glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah komplikasi
kronik diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu selama
30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif
terhadap metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan.
Aktivitas fisik yang dilakukan termasuk senam kaki. Senam kaki dapat membantu
memperbaiki sirkualsi darah dan memperkuat otot - otot kecil kaki dan mencegah
terjadinya kelainan bentuk kaki (deformitas), selain itu dapat meningkatkan
kekuatan otot betis dan otot paha (Gastrocnemeus, Hamsring, Quadriceps) dan
juga mengatasi keterbatasan gerak sendi.
i. Pengobatan
Tidak Teratur.
Pengobatan
rutin dan pengobatan intensif akan dapat mencegah dan menghambat timbulnya
komplikasi kronik, seperti ulkus diabetika. Sampai pada saat ini belum ada obat
yang dapat dianjurkan secara tepat untuk memperbaiki vaskularisasi perifer pada
penderita Diabetes Mellitus, namun bila dilihat dari penelitian tentang
kelainan akibat arterosklerosis ditemapt lain seperti jantung dan otak, obat
seperti aspirin dan lainnya yang sejenis dapat digunakan pada pasien Diabetes
Mellitus meskipun belum ada bukti yang cukup kuat untuk menganjurkan penggunaan
secara rutin
j. Perawatan
Kaki Tidak Teratur.
Perawatan
kaki penderita diabetes mellitus yang teratur akan mencegah atau mengurangi
terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Acuan dalam perawatan kaki pada
penderita diabetes mellitus yaitu meliputi seperti selalu menjaga kaki dalam
keadaan bersih, membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam
kuku dengan memakai sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati
terutama diantara jari-jari kaki, memakai krem kaki yang baik pada kulit yang
kering atau tumit yang retak-retak, supaya kulit tetap mulus, dan jangan
menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem sorbolene), tidak memakai bedak,
sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan retak-retak. menggunting
kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki secara lurus dan kemudian
mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah dilakukan sesudah mandi, sewaktu
kuku lembut, kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati oleh
podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bias
tergelincir; dan ini dapat menyebabkan luka pada kaki, jangan menggunakan
penutup kornus/corns. Kornus-kornus ini seharusnya diobati hanya oleh
podiatrist, memeriksa kaki dan celah kaki setiap hari apakah terdapat kalus,
bula, luka dan lecet dan menghindari penggunaan air panas atau bantal panas
k. Penggunaan
Alas Kaki Tidak Tepat
Penderita
diabetes mellitus tidak boleh berjalan tanpa alas kaki karena tanpa menggunakan
alas kaki yang tepat memudahkan terjadi trauma yang mengakibatkan ulkus kaki
diabetes yang diawali dari timbulnya lesi pada tungkai kaki, terutama apabila
terjadi neuropati yang mengakibatkan sensasi rasa berkurang atau hilang.
Pencegahan dalam faktor mekanik dengan memberikan alas kaki yang pas dan nyaman
untuk penderita diabetes mellitus. Penggunaan alas kaki yang tepat harus
memperhatikan hal hal berupa tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk di
pasir, memakai sepatu yang sesuai atau sepatu khusus untuk kaki dan nyaman
dipakai, sebelum memakai sepatu, memerika sepatuterlebih dahulu, kalau ada batu
dan lain-lain, karena dapat menyebabkan iritasi/gangguan dan luka terhadap
kulit, sepatu harus terbuat dari kulit, kuat, pas (cukup ruang untuk ibu jari
kaki) dan tidak boleh dipakai tanpa kaus kaki, sepatu baru harus dipakai secara
berangsur-angsur dan hati-hati, memakai kaus kaki yang bersih dan mengganti
setiap hari, kaus kaki terbuat dari bahan wol atau katun. Jangan memakai bahan
sintetis, karena bahan ini menyebabkan kaki berkeringat dan memakai kaus kaki
apabila kaki terasa dingin
F. KLASIFIKASI
Menurut Wagner (1983) membagi
gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan yaitu :
a. Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka,
kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti
“ claw,callus “.
b. Derajat I : Ulkus superfisial
terbatas pada kulit.
c. Derajat II : Ulkus dalam menembus
tendon dan tulang.
d. Derajat III : Abses dalam, dengan
atau tanpa osteomielitis.
e. Derajat IV : Gangren jari kaki atau
bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
f. Derajat V : Gangren seluruh kaki
atau sebagian tungkai.
=Sedangkan Brand (1986) dan Ward
(1987) membagi gangren kaki menjadi dua golongan :
a. Kaki Diabetik akibat Iskemia (KDI)
Disebabkan penurunan aliran darah ke
tungkai akibat adanya makroangiopati (arterosklerosis) dari pembuluh darah
besar ditungkai, terutama di daerah betis.Gambaran klinis KDI :Penderita
mengeluh nyeri waktu istirahat, pada perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh
darah kurang kuat, dan didapatkan ulkus sampai gangren.
b.
Kaki Diabetik akibat Neuropati (KDN)
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan
otonomik, tidak ada gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering,
hangat, kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki
teraba baik.
G. MANIFESTASI KLINIK(TANDA GEJALA)
Ulkus Diabetikum akibat mikroangiopatik disebut juga ulkus
panas walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut emboli
memberikan gejala klinis 5 P yaitu:Pain (nyeri), Paleness (kepucatan),
Paresthesia (kesemutan), Pulselessness (denyut nadi hilang) dan Paralysis
(lumpuh).Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari Fontaine, 1992:
1.
Stadium I : asimptomatis atau gejala
tidak khas (kesemutan).
2.
Stadium II : terjadi klaudikasio
(rasa sakit yang disebabkan oleh aliran darah terlalu sedikit yang bersifat intermiten).
3.
Stadium III : timbul nyeri saat
istitrahat.
4.
Stadium IV : terjadinya kerusakan
jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare
(2001: 1220). Sedangkan tanda dan
gejala lainnya adalah sebagai berikut:
1.
Sering kesemutan
2.
Nyeri kaki saat istirahat
3.
Sensasi rasa berkurang
4.
Kerusakan jaringan (nekrosis)
5.
Penurunan denyut nadi arteri
dorsalis pedis
6.
Tibialis (neuralgia tibialis
posterior) adalah nyeri di pergelangan kaki dan jari kaki yang disebabkan oleh
penekanan atau kerusakan pada saraf yang menuju ke tumit dan telapak kaki.
7.
Aneurisma arteri poplitea adalah
tonjolan abnormal yang muncul pada dinding arteri pada daerah dibelakang sendi
lutut yang dapat menimbulkan masalah gumpalan darah dan menutup aliran darah
sepenuhnya.
8.
Kaki menjadi atrofi
9.
Dingin dan kuku menebal
10.
Kulit kering
H.
PATOFISIOLOGI
(Lampiran)
I.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan fisik pada penderita dengan
ulkus diabetes dibagi menjadi 3 bagian yaitu:
a.
Pemeriksaan ulkus dan
keadaan umum ekstremitas
Ulkus diabetes
mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa daerah yang menjadi tumpuan beban
terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di telapak, ujung jari yang
menonjol (pada jari pertama dan kedua). Ulkus dapat timbul pada malleolus (mata
kaki) karena pada daerah ini sering mendapatkan trauma. Kelainan-kelainan lain yang ditemukan pada
pemeriksaa fisik: Callus hipertropik,
Kuku yang rapuh/pecah , Hammer toes( deformitas
kaki di mana tikungan kaki ke bawah pada sendi tengah, menyebabkan ia
menyerupai palu),Fissure.
b.
Penilaian kemungkinan
isufisiensi vaskuler
Pemeriksaan
fisik memperlihatkan hilangnya atau menurunnya nadi perifer dibawah level
tertentu. Penemuan lain yang berhubungan dengan penyakit aterosklerosis
meliputi adanya bunyi bising (bruit) pada arteri iliaka dan femoralis, atrofi
kulit, hilangnya rambut pada kaki, sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis
iskemia, kedua kaki pucat pada saat kaki diangkat setinggi jantung selama 1-2
menit. Pemeriksaan vaskuler noninvasif meliputi pengukuran oksigen transkutan,
anklebrachial index (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI merupakan
pemeriksaan noninvasif yang dengan mudah dilakukan dengan menggunakan alat
Doppler. Cuff tekanan dipasang pada lengan atas dan dipompa sampai nadi pada
brachialis tidak dapat dideteksi Doppler. Cuff kemudian dilepaskan perlahan
sampai Doppler dapat mendeteksi kembali nadi brachialis. Tindakan yang sama
dilakukan pada tungkai, dimana cuff dipasang pada calf distal dan Doppler
dipasang pada arteri dorsalis pedis atau arteri tibialis posterior. ABI
didapatkan dari tekanan sistolik ankle dibagi tekanan sistolik
brachialis.Normalnya Pada keadaan normal, nilai ABI berkisar antara 0,9-1,30,
sedangkan nilai ABI < 0,9 dapat menegakkan diagnosis PAD (peripheral artery
disease).
c.
kemungkinan neuropati
perifer
Tanda
neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi, hilangnya
reflek tendon dalam, ulserasi tropik, foot drop(keterbatasan atau
ketidakmampuan untuk mengangkat bagian depan kaki yang mengacu kepada kelemahan
otot-otot yang memungkinkan seseorang untuk melenturkan pergelangan kaki dan
jari kaki), atrofi otot, dan pemembentukan calus hipertropik khususnya
pada daerah penekanan misalnya pada tumit. Status neurologis dapat diperiksa
dengan menggunakan monofilament Semmes-Weinsten (salah satu alat berbentuk
benang untuk mengukur ketajaman luka) untuk mengetahui apakah penderita masih
memiliki "sensasi protektif', Pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal jika
penderita tidak dapat merasakan sentuhan monofilamen ketika ditekankan pada
kaki dengan tekanan yang cukup sampai monofilamen bengkok.
2) Pemeriksaan laboratorium
a.
Pemeriksaan darah :
lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau infeksi lainnya pada kaki.
Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia. Adanya insufisiensi arterial yang
telah ada, keadaan anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.
b.
Profil metabolik :
pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin dan kreatinin serum membantu
untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa dan fungsi ginjal.
c.
Pemeriksaan
laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume Recording (PVR) atau
plethymosgrafi.
3) Pemeriksaan Radiologis
a.
Pemeriksaan foto polos
pada kaki diabetik dapat menunjukkan demineralisasi dan sendi Charcot serta
adanya osteomielitis.
b.
Computed Tomographic
(CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging (MRI): meskipun pemeriksa yang
berpengalaman dapat mendiagnosis abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau
MRI dapat digunakan untuk membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan
fisik tidak jelas.
c.
Bone scaning masih
dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil false positif dan false
negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-IabeIed ciprofolxacin sebagai
penanda (marker) untuk osteomielitis.
d.
Arteriografi
konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler atau endovaskuler,
arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan makna penyakit atherosklerosis.
Resiko yang berkaitan dengan injeksi kontras pada angiografi konvensional
berhubungan dengan suntikan dan agen kontras.
J.
PENATALAKSANAAN
MEDIS
Tujuan
utama pengelolaan Ulkus
diabetikum (UKD), yaitu untuk
mengakses proses kearah penyem-buhan luka secepat mungkin karena per-baikan
dari ulkus kaki dapat menurunkan kemungkinan terjadinya amputasi dan ke-matian
pasien diabetes. Secara umum pe-ngelolaan UKD meliputi penanganan iske-mia,
debridemen, penanganan luka, menu-runkan tekanan plantar pedis (off-loading),
penanganan bedah, penanganan komorbidi-tas dan menurunkan risiko kekambuhan
serta pengelolaan infeksi
1.
Penanganan
Iskemia
Perfusi
arteri merupakan hal penting dalam proses penyembuhan dan harus dini-lai awal
pada pasien UKD. Penilaian kom-petensi vaskular pedis pada UKD seringkali
memerlukan bantuan pemeriksaan penun-jang seperti MRI angiogram, doppler
mau-pun angiografi. Pemeriksaan sederhana se-perti perabaan pulsasi arteri
poplitea, tibialis posterior dan dorsalis pedis dapat dilakukan pada kasus UKD
kecil yang ti-dak disertai edema ataupun selulitis yang luas. Ulkus atau
gangren kaki tidak akan sembuh bahkan dapat menyerang tempat lain di kemudian
hari bila penyempitan pembuluh darah kaki tidak diatasi.
Bila pemeriksaan kompetensi vaskular
menunjukkan adanya penyumbatan, bedah vaskular rekonstruktif dapat
meningkat-kan prognosis dan selayaknya diperlukan sebelum dilakukan debridemen
luas atau amputasi parsial. Beberapa tindakan bedah vaskular yang dapat
dilakukan antara lain angioplasti transluminal perkutaneus (ATP),
tromboarterektomi dan bedah pintas terbuka (by pass). Berdasarkan
peneliti-an, revaskularisasi agresif pada tungkai yang mengalami iskemia dapat
menghin-darkan amputasi dalam periode tiga tahun sebesar 98%. Bedah bypass dilaporkan
e-fektif untuk jangka panjang. Kesintas-an (survival rate) dari
ekstremitas bawah dalam 10 tahun pada mereka yang mema-kai prosedur bedah bypass
lebih dari 90%. Penggunaan
antiplatelet ditujukan terhadap keadaan
insufisiensi arteri perifer untuk memperlambat progresifitas sumbat-an dan
kebutuhan rekonstruksi pembuluh darah.
2. Debridemen
Debridemen
merupakan upaya untuk membersihkan semua jaringan nekrotik, karena luka tidak
akan sembuh bila masih terdapat jaringan nonviable, debris dan fis-tula.
Tindakan debridemen juga dapat menghilangkan koloni bakteri pada lu-ka. Saat
ini terdapat beberapa jenis de-bridemen yaitu autolitik, enzimatik, meka-nik,
biologik dan tajam.
Debridemen
dilakukan terhadap semua jaringan lunak dan tulang yang nonviable. Tujuan
debridemen yaitu untuk mengeva-kuasi jaringan yang terkontaminasi bakteri,
mengangkat jaringan nekrotik sehingga da-pat mempercepat penyembuhan,
menghi-langkan jaringan kalus serta mengurangi risiko infeksi lokal.16
Debridemen yang teratur dan dilakukan secara terjadwal akan memelihara ulkus
tetap bersih dan merang-sang terbentuknya jaringan granulasi sehat sehingga
dapat mempercepat proses penyembuhan
ulkus.
3. Perawatan
luka
Prinsip
perawatan luka yaitu mencipta-kan lingkungan moist wound healing atau
menjaga agar luka senantiasa dalam keada-an lembab. Bila ulkus memroduksi
se-kret banyak maka untuk pembalut (dress-ing) digunakan yang bersifat
absorben. Se-baliknya bila ulkus kering maka digunakan pembalut yang mampu
melembabkan ul-kus. Bila ulkus cukup lembab, maka dipilih pembalut ulkus yang
dapat mempertahan-kan kelembaban.
Disamping
bertujuan untuk menjaga kelembaban, penggunaan pembalut juga se-layaknya
mempertimbangkan ukuran, ke-dalaman dan lokasi ulkus.Untuk pemba-lut ulkus
dapat digunakan pembalut kon-vensional yaitu kasa steril yang dilembab-kan
dengan NaCl 0,9% maupun pembalut modern yang tersedia saat ini. Beberapa jenis
pembalut modern yang sering dipakai dalam
perawatan luka, seperti: hydrocol-loid, hydrogel, calcium alginate, foam dan
sebagainya. Pemilihan pembalut yang akan digunakan hendaknya senantiasa
memper-timbangkan cost effective dan kemampuan ekonomi pasien
4. Menurunkan
tekanan pada plantar pedis (off-loading)
Tindakan off-loading merupakan
salah satu prinsip utama dalam penatalaksanaan ulkus kronik dengan dasar
neuropati. Tin-dakan ini bertujuan untuk mengurangi te-kanan pada telapak kaki.
Tindakan off-loading dapat dilakukan secara parsial maupun total.
Mengurangi tekanan pada ul-kus neuropati dapat mengurangi trauma dan
mempercepat proses penyembuhan lu-ka. Kaki yang mengalami ulkus harus sedapat
mungkin dibebaskan dari penekan-an. Sepatu pasien harus dimodifikasi sesuai
dengan bentuk kaki dan lokasi ulkus.6 Metode yang dipilih untuk off-loading ter-gantung
dari karakteristik fisik pasien, lokasi luka, derajat keparahan dan ketaatan
pasien.10 Beberapa metode off loading an-tara lain: total non-weight
bearing, total contact cast, foot cast dan boots, sepatu yang
dimodifikasi (half shoe, wedge shoe), serta alat penyanggah tubuh
seperti cruthes dan walker
5. Penanganan
bedah
Jenis tindakan bedah tergantung dari
berat ringannya UKD. Tindakan elektif di-tujukan untuk menghilangkan nyeri
akibat deformitas seperti pada kelainan spur tu-lang, hammertoes atau
bunions. Tindakan bedah profilaktif diindikasikan untuk men-cegah
terjadinya ulkus atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami neuropati
de-ngan melakukan koreksi deformitas sendi, tulang atau tendon. Bedah kuratif
diindika-sikan bila ulkus tidak sembuh dengan pera-watan konservatif, misalnya
angioplasti atau bedah vaskular. Osteomielitis kronis merupakan indikasi bedah
kuratif.10 Bedah emergensi adalah tindakan yang paling se-ring dilakukan, dan
diindikasikan untuk menghambat atau menghentikan proses infeksi, misalnya ulkus
dengan daerah infeksi yang luas atau adanya gangren gas. Tindak-an bedah
emergensi dapat berupa amputasi atau debridemen jaringan nekrotik.
6. Penanganan
komorbiditas
Diabetes merupakan penyakit sistemik
multiorgan sehingga komorbiditas lain ha-rus dinilai dan dikelola melalui
pendekatan tim multidisiplin untuk mendapatkan hasil yang optimal. Komplikasi
kronik lain baik mikro maupun makroangiopati yang menyertai harus
diidentifikasi dan dikelola secara holistik. Kepatuhan pasien juga merupakan
hal yang penting dalam menentukan hasil pengobatan.
7. Mencegah
kambuhnya ulkus
Pencegahan dianggap sebagai elemen kunci
dalam menghindari amputasi kaki. Pasien diajarkan untuk memperhatikan
ke-bersihan kaki, memeriksa kaki setiap hari, menggunakan alas kaki yang tepat,
meng-obati segera jika terdapat luka, pemeriksaan rutin ke podiatri, termasuk
debridemen pada kapalan dan kuku kaki yang tumbuh ke dalam. Sepatu dengan sol
yang mengu-rangi tekanan kaki dan kotak yang melin-dungi kaki berisiko tinggi
merupakan ele-men penting dari program pencegahan.
8.
Pengelolaan infeksi
Infeksi
pada UKD merupakan faktor pemberat yang turut menentukan derajat agresifitas
tindakan yang diperlukan dalam pengelolaan UKD. Dilain pihak infeksi pa-da UKD
mempunyai permasalahan sendiri dengan adanya berbagai risiko seperti sta-tus
lokalis maupun sistemik yang imuno-compromised pada pasien DM,
resistensi mikroba terhadap antibiotik, dan jenis mi-kroba yang adakalanya
memerlukan anti-biotik spesifik yang mahal dan berkepan-jangan. Dasar utama
pemilihan antibiotik dalam penatalaksanaa UKD yaitu berdasar-kan hasil kultur
sekret dan sensitivitas sel.
infeksi
yang tidak meng-ancam tungkai biasanya terlihat sebagai ul-serasi yang dangkal,
tanpa iskemia yang nyata, tidak mengenai tulang atau sendi, dan area selulitis
tidak lebih dari 2 cm dari pusat ulkus. Pasien tampak stabil serta ti-dak
memperlihatkan tanda dan gejala infek-si sistemik. Pengelolaan pasien dilakukan
sebagai pasien rawat jalan. Perawatan di rumah sakit hanya bila tidak ada
perbaikan setelah 48-72 jam atau kondisi membu-ruk.6 Antibiotik langsung
diberikan diser-tai pembersihan dan debridemen ulkus. Penanganan ulkus ini
selanjutnya seperti yang diuraikan sebelumnya, koreksi hiperglikemia dan
kontrol komorbid lainnya. Respon terhadap pengobatan dievaluasi setelah 48-72
jam untuk menilai tindakan yang mung-kin perlu dilakukan.6,10,12 Aspek
pencegahan, pendidikan pasien, perawatan dan pena-nganan ortotik juga dilakukan
secara terpadu.
Infeksi
disebut mengancam bila UKD berupa ulkus yang dalam sampai mengenai tulang
dengan selulitis yang lebih dari 2 cm dan/atau disertai gambaran klinis infeksi
sistemik berupa demam, edema, limfangi-tis, hiperglikemia, leukositosis dan
iskemia. Perlu diperhatikan, tidak semua pasien diabetes dengan infeksi yang
relatif berat akan menunjukkan tanda dan gejala sistemik se-perti tersebut
diatas. Jika ulkus mencapai tulang atau sendi, kemungkinan besar akan terjadi
osteomielitis.
Pasien
dengan infeksi yang mengan-cam ekstremitas harus dirawat di rumah sakit untuk
manajemen yang tepat. Debride-men dilakukan sejak awal dengan tetap
memperhitungkan ada/tidaknya kompetensi vaskular tungkai. Jaringan yang diambil
dari luka dikirim untuk kultur. Tindakan ini mungkin perlu dilakukan berulang
untuk mengendalikan infeksi.23 Terapi empiris untuk infeksi berat harus
berspektrum luas dan diberikan secara intravena dengan mempertimbangkan faktor
lain seperti biaya, toleransi pasien, alergi, potensi efek yang merugikan
ginjal atau hati, kemudah-an pemberian dan pola resistensi antibiotik
setempat.5,18 Infeksi kronik dan berat yang mengancam tungkai umumnya
disebabkan oleh infeksi polimikroba yang mencakup organisme aerob gram positif
dan negatif serta anaerob.
Lamanya
pemberian antibiotik tergan-tung pada gejala klinis, luas dan dalamnya jaringan
yang terkena serta beratnya infek-si. Pada infeksi ringan sampai sedang
antibiotik dapat diberikan 1-2 minggu, sedangkan pada infeksi yang lebih berat
anti-biotik diberikan 2-4 minggu. Debridemen yang adekuat, reseksi atau
amputasi jaring-an nekrosis dapat mempersingkat waktu pemberian antibiotik.
Pada kasus osteomielitis, jika tulang terinfeksi tidak dievakuasi, maka antibiotik
harus diberikan selama 6-8 minggu, bahkan beberapa literatur menganjurkan
sampai 6 bulan. Jika semua tulang yang terinfeksi dievakuasi, antibiotik dapat
diberikan lebih singkat, yaitu 1-2 minggu dan ditujukan untuk infeksi jaringan
lunak.
Efektivitas terapi
dievaluasi dengan beberapa parameter,
antara lain respon klinis pasien, suhu, leukosit dan hitung jenis, laju endap
darah dan penanda inflamasi lainnya, kontrol gula darah dan para-meter
metabolik, serta tanda-tanda penyembuhan luka dan peradangan.
K. PROSES
PENYEMBUHAN
Proses
penyembuhan luka.Luka akan sembuh sesuai tahapan spesifik yang dapat terjadi
tumapang tindih.Fase penyembuhan luka dibagi menjadi tiga fase yaitu :
a. Fase
inflamasi
Fase inflamasi penyembuhan luka dimulai
segera setelah terjadi kerusakan jaringan dan fase awal hemostatis.
a) Hari
ke 0 sampai 5
b) Respons
segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan darah untukmencegah kehilangan
darah
c) Karateristik
: tumor, rubor, dolor,color, functio laesa
d) Fase
awal terjadi hemostatis
e) Fase
akhir terjadi fagositosis
f) Lama
fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi
b. Fase
proliferasi atau epitelisasi
Fase proliferasi penyembuhan luka pada
hari ke4 sampai 21 setelah terjadi kerusakan jaringan/luka. Selama fase ini,
jaringan granulasi menutup permukaan luka dan keratosit bermigrasi untuk
membantu penutupan luka dengan jaringan epitel baru
a) Hari
ke 3 sampai 14
b) Disebut
juga fase granulasi karena adanya pembentukan jaringan granulasi, luka tampak
merah segar, mengkilat
c) Jaringan
granulasi terdiri dari kombinasi : fibroblas, sel inflamasi, pembuluh darah
baru, fibronektin dan asam hialuronat
d) Epitelisasi
terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan epidermis pada
tepian luka
e) Epitelisasi
terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi
c. Fase
maturasi atau remodelling
Fase remodelling penyembuhan luka pada
hari ke 21 sampai 1 tahun setelah terjadi kerusakan jaringan/luka. Fase ini
merupakan fase terlama penyembuhan luka, dimana fibrolas dan jaringan kolagen
akan memperkuat penyembuhan luka.
a) Berlangsung
dari beberapa minggu sampai 2 tahun
b) Terbentuk
kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta peningkatan kekuatan jaringan
(tensile strength)
c) Terbentuk
jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya dengan jaringan sebelumnya
d)
Pengurangan bertahap
aktivitas seluler dan vaskulerisasi jaringan yang mengalami perbaikan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
dan Suddarth. (2002). Buku ajar
Keperawatan Medikal Bedah edisi 8. Jakarta: EGC
Joyce dan Jane. (2014). Keperawatan Medikal
Bedah edisi 8Buku 2.Elsevier
Evelyn
C. Pearce (2003). Anatomi Fisiologi;
untuk paramedis , Jakarta: PT Gramedia
Syaifuddin
(2005). Anatomi Fisiologi; untuk mahasiswa keperawatan (edisi 3), Jakarta: EGC
Jurnal PENATALAKSANAAN ULKUS KAKI DIABETES SECARA
TERPADU.
Yuanita A. Langi.2011. (Jurnal Biomedik, Volume 3, Nomor 2,
Juli 2011, hlm. 95-101)
Jurnal FAKTOR RISIKO TERJADINYA ULKUS
DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELLITUS YANG DIRAWAT JALAN DAN INAP DI RSUP
DR. M. DJAMIL DAN RSI IBNU SINA PADANG. Rizky, Rudy, Zulkarnain.2015. Jurnal Kesehatan Andalas
Jurnal PENGARUH
RAWAT LUKA TERHADAP PROSES PENYEMBUHAN LUKA ULKUS DIABETIKU PADA PASIEN DM DI
RUMAH SAKIT PARU JEMBER.2015
Jurnal GAMBARAN
BAKTERI ULKUS DIABETIKUM DI RUMAH SAKIT ZAINAL ABIDIN DAN MEURAXA TAHUN 2015. Abidah Nur dan Nelly Marissa.tahun 2016
Almatsier,sunita(2006).Penuntun Diet
Edisi Baru. Pt gramedia pustaka utama:jakarta.
(http://journal.unair.ac.id/filerPDF/02.%20Perawatan%20Ulkus%20Diabetes.pdf)
(PERAWATAN ULKUS DIABETES Lynda Hariani* , David Perdanakusuma**)
(Perawatan luka kronis dengan modern
dressing.Ronald W. Kartika.Bagian bedah jantung paru dan pembuluh darah Wound
Care/Diabetic Center, RS Gading Pluit, Jakarta.CDK-230/Vol.42, NO.7,thn 2015)
Buku terapi diabetes melitus dewani dan sitanggang 2006.
Buku terapi diabetes melitus dewani dan sitanggang 2006.
Komentar
Posting Komentar